Misteri Kamar Hotel Yang Angker
Angin laut pantai selatan sangat bersahabat ketika aku dan parman ada ditempat itu. Tempat wisata yang belum begitu dikenal itu merupakan tempat yang tenang dan rasanya prospektif untuk dikembangkan sebagai daerah wisata.
Parman duduk disebuah bangku sederhana ditepi pantai bersamaku. Tugasku bersama dia untuk meneliti biota pantai laut tinggal beberapa hari lagi. Entah terdorong oleh apa, tiba-tiba saja parman yang asal Kalimantan itu meminta bermalam disitu. Katanya dia sangat interest dengan suasana yang ada disitu.
"kulihat bapak-bapak berdua ini datang dari jauh ya? dan baru pertama kali datang kesini?" Ujar seorang lelaki setengah baya yang mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkon dan kerisnya.
Kami seperti tak menyadari kedatangan laki-laki itu. Tiba-tiba saja dia seperti sudah berada didekat kami berdua. Aku dan parman saling mengangguk. Dia kemudian menawarkan kepada kami untuk menginap disebuah hotel bernama hotel udang biru. Anehnya, parman langsung saja menyetujuinya. Demikian juga denganku, aku seperti terkena hipnotis dan tidak dapat mengelak dengan apa yang menjadi keinginan parman.
Maka saat itu juga aku dan parman mengikuti langkah orang itu menuju hotel yang tidak jauh dari tempat kami berdiri. Begitu memasuki hotel, kulihat ada beberapa orang yang sedang bersenda gurau sambil duduk-duduk santai dilobi hotel. Namun dari beberapa orang yang ada disitu, anehnya tidak ada satupun yang memeperhatikan langkah kami.
Kedatangan kami seolah tidak dianggap, meski cuma melihat barang sepintas saja. "ini kamarnya pak" katanya sambil mengeluarkan sebuah kunci dari kantong baju surjannya. Aku dan parman lalu memasuki kamar itu. Beberapa orang yang ada disekitar situ melihatku dengan heran. Aku sendiri tidak tahu mengapa mereka melihatku dengan heran
Aku sendiri tidak tahu mengapa mereka melihatku dan parman seperti itu. Seolah ada yang aneh pada diri kami. Sementara orang bersujan tersebut membantu kami membawakan masuk barang-barang bawaan kami kedalam kamar. Begitu masuk kedalam kamar, aku dan parman langsung mencium bau kemenyan yang berbaur dengan kembang kenanga yang biasa digunakan orang untuk menabur kembang diatas makam.
Aku melayangkan pandangan kesekeliling kamar yang dicat dengan nuansa hijau. Aku sangat penasaran dengan bau-bau tersebut. Demikian pula dengan parman yang hidungnya cengar-cengir mencium bau tersebut. Dengan penasaran aku lalu mencoba melongok kebawah tempat tidur sambil menyingkap spreinya.
Tapi tidak ada tempat untuk pembakaran dupa atau kembang secuil pun yang ada dikolong itu. Orang tua bersurjan hanya diam saja melihat tindakanku dan parman yang demikian. Dia tidak menjelaskan dari mana datangnya bau-bauan yang menyengat itu. Bahkan, tak lama kemudian dia langsung ngeloyor pergi. Malam pun tiba. Hotel ditempat wisata itu tiba-tiba menimbulkan galau dihatiku.
Dan ternyata parman juga mengalami hal yang serupa. Malahan, meski malam belum larut, kami malah diserang rasa kantuk yang teramat sangat. Rasa kantuk yang jarang aku alami karena aku terbiasa tidur larut malam. Kupersilahkan parman yang tersiksa oleh kantuk untuk tidur duluan. Mendengar usulku, parman rupanya sudah tidak lagi memeperdulikan lagi bebauan yang mengundang mistik itu. Ia langsung saja merebahkan diri dan memejamkan matanya.
Aku kemudian memilih duduk-duduk diberanda sambil mempermainkan asap rokok. "belum tidur mas?" Tanya salah seorang penghuni hotel yang kamarnya bersebelahan dengan kamar kami. Aku hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Lalu bangkit dari tempat dudukku dan berjalan menghampirinya. Setelah berkenalan, kamipun kemudian terlibat dalam pembicaraan yang hangat. Namanya surya dari kota madiun.
"Mas budiman kok berani bermalam dikamar itu?" katanya sambil menunjuk kamarku. Aku terkejut dengan pertanyaannya. "Lho, memangnya ada apa dengan kamarku itu?" tanyaku sembari kutatap tajam-tajam matanya. "katanya kamar yang mas budiman tempati itu tempatnya raja jin yang memang secara khusus diperuntukan untuk menjaga keamanan hotel ini.
Kamar itu katanya juga dihuni oleh seseorang, tentunya orang halus. Surya bercerita panjang lebar mengenai kamar itu dengan serius. Dia seperti tidak sedang bercanda atau sengaja menakut-nakutiku. Mendengar apa yang dikatakan surya mengenai kamar yang kusewa itu seketika bulu kudukku menjadi merinding. Tapi tetap kucoba kegelisahanku itu tidak kutunjukannya.
Sekitar pukul sebelas malam, surya meminta diri. Aku juga segera menuju kamar yang ku tempati sembari bertekad mengajak parman malam itu juga untuk hengkang dari situ. Namun ketika beberapa langkah hendak memasuki kamarku, tiba-tiba kudengar suara gamelan yang sayup-sayup ditengah-tengah deburan ombak. Suara itu semakin mendekat dan semakin mendekat. Hingga terasa jelas sekali ditelingaku.
Bersamaan itu pula terdengar suara gemerincing kereta kuda. Disusul kemudian penampakan kereta kencana yang ditarik empat ekor kuda yang semuanya berwarna putih mulus. Keempat ekor kuda yang bertubuh kokoh itu semuanya berkalung asesoris yang gemerlapan karena lampu TL yang ada disitu. Tak lama kemudian dari kereta itu keluarlah lelaki bersurjan yang tadi sore sempat mengantarku ke hotel ini.
Setelah turun dari kereta, dia lalu jongkok. kemudian menyembah kearah kereta. Seolah didalamnya ada seseorang yang sangat dihormatinya. Dari dalam kereta kemudian ada seseorang yang memberikan aba-aba dengan hanya mengibaskan tangannya. Melihat bentuk tangannya yang mulus dan halus bisa ditebak kalau tangan itu adalah tangan seorang wanita.
Dan setelah aba-aba itu turun, disusul kemudian keempat prajurit yang membawa tameng di tangan kirinya. Sedang di pinggang kanannya menggantung sebuah pedang. Semuanya mengenakan pakaian ala prajurit keratin Yogyakarta. Aku yang melihatnya kemudian hampir pingsan kala menyaksikan empat prajurit itu semuanya tidak berkepala.
Tanpa bersuara mereka melangkahkan kakinya menuju kamarku. Tahu hal itu aku bermaksud segera lari menuju kamar untuk menyeret parman yang kemungkinan masih terlelap dalam tidurnya.
Tetapi ternyata apa yang hendak aku lakukan itu ketahuan oleh orang bersurjan yang misterius itu. Dengan serta merta dia berjalan mendekatiku. Setelah ada didepanku, tiba-tiba tangannya menepuk pundakku sebanyak tiga kali. Aneh bin ajaib, setelah mendapat tepukan itu tubuhku seketika menjadi lemas tanpa daya. Sulit untuk digerakan.
Setelah itu, mereka dengan leluasa masuk kedalam kamarku. Sementara itu, diluar masih terdengar suara sayup-sayup gamelan yang masih mengumandang ditengah kegelapan malam.
Beberapa menit kemudian aku hanya bisa memelototkan mata ku tanpa bisa berbuat sesuatu ketika keempat prajurit yang dikawal lelaki bersurjan mengangkat tubuh parman dalam posisi masih tertidur pulas. Tubuh parman lalu dimasukan ke dalam kereta kencana yang semenjak tadi sudah menunggu didepan kamarku.
Gemerincing suara asesoris yang dikenakan ke empat ekor kuda mewarnai keberangkatan kereta tersebut ke tengah laut yang masih kelam. Dan, bersaman dengan kepergiaan kereta yang telah membawa tubuh parman, suara gemerincing dan gamelan suaranya semakin redup dan akhirnya tidak terdengar lagi.
Anehnya setelah kejadian itu aku yang tadinya tidak mampu bergerak sama sekali, kini kembali bisa bergerak seperti semula. Entah mengapa hal itu bisa terjadi secara aneh. Segera setelah tubuhku normal kembali dengan cepat kutengok kamarku.
Betapa terkejutnya aku ketika di kamar itu tubuh parman yang tadinya masih tergeletak tidur sudah tidak ada lagi. Kamar dalam keadaan kosong. Aku menjadi panik seketika.
Tak lama kemudian hampir semua penghuni hotel udang biru mencium peristiwa misteri itu. Sebagian orang yang sering mengunjungi hotel tersebut sudah menduga bahwa sesuatu yang tidak diinginkan akan segera terjadi.
Keesokan harinya ketika sedang berada dikantor polsek setempat untuk melaporkan kejadian yang kami alami, seorang turis asing yang tengah santai dipinggir pantai berlari-lari memberitahukan ada mayat yang tedampar dipinggir pantai. Seketika itu juga aku menduga bahwa mayat itu pasti mayat temanku si parman. Orang-orang yang ikut mendengarkan, juga berpendapat sama.
Dan setelah berada di TKP, pandanganku langsung tertuju kepada tubuh parman yang sudah terbaring ditepi pantai. Beberapa orang tengah mengerumuninya. Disitu tampak juga surya, yang ternyata adalah seorang paranormal.
Setelah kuceritakan awal mula pertemuan kami dengan orang bersurjan yang sebenarnya orang halus itu hingga pada akhirnya kami terjerumus kekamar kosong itu, lelaki paranormal itu hanya geleng-geleng kepala seperti menyesali apa yang telah terjadi.
Mendung duka menyelimuti hatiku. Bahkan tak terasa mataku pun menitikkan air mata karena kehilangan seorang sahabat. Sementara langit menunjukan suasana yang sangat tak bersahabat terpadu dengan angin yang sepoi-sepoi basah.
Namun, sebenarnya suasana yang romantic itu tidak sesuai dengan kenyataannya. Berbanding terbalik dengan suasana misteri yang telah membawa korban jiwa.
Komentar
Posting Komentar